Kini jadi anggota Gema Pembebasan makin mudah. Mahasiswa putera dan puteri di Jawa Timur, daftarkan diri Anda jadi anggota Gema Pembebasan secara online. Gratis! Tinggal buka weblog Gema Pembebasan Jawa Timur dan isi formulirnya. Semua biodata kamu akan langsung masuk ke database Pengurus Wilayah (PW) dan segera ditindaklanjuti per kota atau bahkan per kampus.

Form Pendaftaran Anggota Gema Pembebasan

     
   

 
   
     

Saturday, July 7, 2007

Otot dan Otak Mahasiswa

Sering kali kita melihat berbagai aksi yang dilakukan oleh mahasiswa berakhir rusuh. Salah satu hal yang sering menjadi penyebab kerusuhan adalah keinginan peserta aksi yang ingin seluruh peserta aksi dapat masuk dan bertemu dengan anggota dewan. Tentu saja hal ini pasti akan dihalangi oleh aparat yang menjaga jalannya aksi. Tak ayal lagi, bentrokan pun terjadi antara peserta aksi yang nekad mau masuk semua, dengan para aparat yang menghalang – halangi.

Lalu kenapa memangnya dengan permasalahan ini? Bukankah hal itu merupakan hal yang wajar – wajar saja! Tentu tidaklah demikian, berbagai aksi yang biasanya berakhir rusuh itu justru sangat bermasalah dilihat dari sisi bahwa itu adalah suatu aksi untuk menyampaikan suara atau aspirasi para demonstran. Bukannya suatu tindakan yang bertujuan untuk sekedar berdesak – desakan dengan aparat, lalu masuk tv dengan kerennya. Yang jelas aksi yang dilakukan oleh mereka – mereka itu sama sekali tidak menghasilkan apa – apa kecuali hanya masuk tv karena aksinya rusuh. Atau justru malah membuat para orang tua mahasiswa tidak mengijinkan para putra putrinya untuk ikut – ikutan aksi apapun, sekalipun aksinya berjalan damai.

Ini tentu bermasalah karena justru hal ini menunjukkan kepada dunia bahwa mahasiswa telah kehilangan daya pikir intelektualnya. Buktinya adalah mendasarkan setiap aksinya dengan hal – hal yang berbau otot. Karena sudah menjadi sebuah sunnatullah bahwa ketika seseorang kalah secara intelektual, yang timbul selanjutnya adalah pengerahan kekuatan ototnya. Ini pernah terjadi pada masa Rasulullah, yang ketika itu hendak dibunuh oleh kaum Quraisy karena kaum Quraisy itu telah kalah secara intelektual. Lantas timbul pertanyaan, kalau begitu hal – hal yang berbau otot itu tidak intelek dong? Tentu tidak begitu, ada saatnya kapan kita harus menggunakan otot, dan kapan kita harus menggunakan daya pikir kita sebagai mahasiswa. Dalam kondisi perang, otot yang paling kuatlah yang akan menang. Otot di sini bermakna apapun yang berkaitan dengan kekuatan fisik atau materi, seperti kekuatan senjata, kekuatan prajuritnya dll.

Lalu apakah salah mahasiswa lebih cenderung menggunakan ototnya daripada otaknya? Tentu saja salah! Karena saat dia berunjuk rasa, dia mengatasnamakan mahasiswa bukan tentara! Tugas seorang mahasiswa adalah belajar tentang agamanya (Islam) dan belajar tentang disiplin ilmunya, serta menggunakan ilmu yang sedang dia pelajari itu untuk memecahkan berbagai problematika umat. Istilah yang sering digunakan dalam bidang psikologi adalah learning by doing. Jadi sambil belajar, dia juga menggunakan apa yang dia pelajari itu untuk memecahkan berbagai problematika umat. Kalau dia hanya belajar agama saja, atau hanya belajar disiplin ilmunya saja, maka hal itu akan menjadikannya orang yang buta. Buta karena dia tidak mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar, serta buta karena dia tidak mampu meraih kemuliaan dengan menciptakan hal – hal yang berguna bagi umat.

Dalam kasus aksi mahasiswa yang sering rusuh, hal itu bisa terjadi karena dua hal. Yang pertama, semua orang yang mengikuti aksi tersebut memiliki pemikiran – pemikiran yang berbeda – beda atas problem yang dihadapi oleh umat. Sehingga mereka harus masuk semua untuk dapat menyampaikan aspirasinya. Ini bisa terjadi karena dua hal pula. Yang pertama hal itu disebabkan karena kurangnya koordinasi antara mereka, sehingga mereka turun ke jalan dengan dadakan dan tanpa didiskusikan terlebih dulu. Yang kedua karena mereka memiliki standar penilaian yang berbeda – beda. Hal ini yang seharusnya tidak terjadi dalam suatu konteks pergerakan mahasiswa. Karena dengan berbeda – bedanya standar pemecahan problem yang berbeda – beda akan membuat organisasinya sering kali mengalami friksi internal. HMI DIPO dan HMI MPO cukup sebagai bukti pecahnya internal mereka karena tidak adanya standar yang satu dalam memecahkan problematika umat. Misalnya saja yang satu cenderung menggunakan Islam liberal sebagai standard dan yang satu menggunakan Islam yang umum.

Penyebab kedua atas aksi yang rusuh itu adalah kejengkelan yang amat sangat dari para peserta aksi terhadap kinerja anggota dewan. Sehingga mereka semua ingin bertatap muka secara langsung dengan anggota dewan dan memaki – maki mereka. Hal ini saya peroleh dari pengalaman ngobrol dengan anggota dewan yang mengatakan bahwa kalau mereka masuk semua, paling yang bicara hanya satu dua orang saja, sisanya memaki – maki kami (anggota dewan) dari belakang. Apa yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan melampiaskan kekesalannya ke anggota dewan tersebut tidak sepenuhnya dapat disalahkan. Mengingat apa yang telah menimpa rakyat Indonesia ini adalah berkat restu mereka juga. Tetapi juga tidak dapat dibenarkan karena hal itu hanyalah semakin menunjukkan bahwa mereka telah kalah dalam tataran intelektual atau dalam tataran konsep.

Seharusnya rekan – rekan mahasiswa menyadari bahwa untuk menyampaikan aspirasi tidak perlu semua peserta aksi masuk ke gedung dewan. Hal itu demi menjaga ketertiban aksi kita dan tetap menunjukkan kualitas kemahasiswaan kita yang tinggi. Biasanya anggota dewan hanya mau menerima perwakilan beberapa orang saja sebagai perwakilan dari seluruh peserta aksi. Saya pikir hal itu sudah cukup mengingat apa yang menjadi tujuan kita telah tercapai yaitu menyampaikan aspirasi kita ke “wakil rakyat” tersebut. Baik itu aspirasi berupa tuntutan penegakan syariah, penolakan kenaikan BBM, tuntutan untuk keluar dari PBB dsb. Dengan begitu hal itu justru menunjukkan kekuatan kita yang sebenarnya. Kekuatan dari para intelektual muda mahasiswa. Yang semenjak dulu sampai sekarang masih dikenal sebagai kelompok yang akan mendobrak status quo yang zalim.

Lalu bukankah itu sama saja artinya dengan menyampaikan satu omong kosong kepada para wakil rakyat kita? Mengingat bahwa selama ini wakil rakyat kita itu tidak pernah bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat, kecuali bila kita menggunakan kekuatan fisik untuk memaksa mereka menyuarakan aspirasi kita.

Lha sudah tahu gitu lo kok masih bertanya – Tanya lagi. Sudah tahu bahwa mereka itu adalah wakil – rakyat yang mengatasnamakan rakyat tetapi mengambil kebijakan – kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Lihat saja UU Sumber Daya Air, UU Migas, UU Badan Hukum Pendidikan dsb. Bukankah hal ini seharusnya membuka mata kita bahwa mereka itu sama sekali bukanlah wakil kita. Tetapi mereka itu adalah wakil para pengusaha berduit baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang telah membuat mereka mampu meraih kedudukan itu dengan kekuatan modalnya. Seharusnya rekan – rekan mahasiswa sadar dan bangun dari mimpi yang ditawar – tawarkan mereka. Bukankah kita tidak pernah tahu untuk membuat aturan apa mereka kita pilih? Untuk membuat UU yang menyengsarakan rakyat seperti telah disebutkan di atas? Ataukah untuk merestui segala kebijakan pemerintah yang sejalan dengan kepentingan asing?

Seharusnya kita menyadari bahwa mereka tidak kita pilih untuk melaksanakan aturan tertentu. Mereka kita pilih karena memang tidak ada lagi pilihan bagi kita selain itu. Ibarat kita makan di restoran, menunya adalah : racun tikus, paku mentah, beling mentah, kotoran binatang dsb. Mana yang rekan – rekan pilih? Kalau saya sih tidak percaya dengan politik oportunistis yang dijalankan saat ini. Baik itu partai yang ngakunya partai Islam ataupun partai sekuler nasionalis. Semuanya hanyalah partai – partai yang mencoba mengalap berkah dari kesengsaraan rakyatnya. Maka janganlah terlalu berharap kepada para anggota dewan bahwa mereka akan dengan serius memperjuangkan aspirasi rakyatnya! Sekarang sudah saatnya bagi kita kaum muda untuk menggantikan rezim dan system yang zalim ini dengan diri kita dan Islam sebagai sebuah ideology. Karena Sosialisme komunis telah hancur berserakan. Kapitalisme sekuler telah mulai mengeluarkan bau busuknya tanda dia mulai membusuk. Dan hanya tinggal Islam pilihan yang mungkin saat ini. Karena sampai saat ini hanya Islamlah yang mampu menawarkan solusi – solusi atas pemecahan problematika umat dengan pemecahan yang adil.

Sesungguhnya Kebangkitan Kembali Islam Sebagai Sebuah Agama Dan Ideologi Adalah Suatu Keyakinan Bukan Suatu Harapan!

No comments:

AddThis Feed Button
Bloggers' Rights at EFF

Google News

KabarIndonesia

Eramuslim

Syariah