Beberapa Kyai dan Ulama di Madura yang telah dikunjungi DPP HTI selama Syawal 1427 H yang lalu mengusulkan supaya HTI ikut mengambil peran dalam menyikapi pembangunan jembatan Suramadu yang mempunyai dampak negatif industrialisasinya. Di antara Kyai dan ulama tersebut antara lain KH. Moch. Rofi’ie Baidlowi (PP Al Hamidi Banyuanyar Pamekasan), KH. Fachrillah Aschal (Ketua PP Syaikhona Cholil Bangkalan), KH. Mahfudz Hadi BA (Koordinator MUI kabupaten se-Madura), ditambah beberapa masukan dari KH. Tidjani Djauhari, M.A (PP Al Amin Prenduan Sumenep).

Usulan tersebut merupakan bentuk keprihatinan yang mendalam terhadap konsep pembangunan dan pelaksanaan pembangunan yang lebih menitikberatkan “ Membangun di Madura, bukan Membangun Madura “ yang ditengarai sangat mengabaikan kultur masyarakat Madura yang relatif telah kondusif keislamannya. Untuk merealisaikan aspirasi tersebut DPD I HTI Jawa Timur menetapkan program Tabani Masholih Industrialisasi Madura dengan penangggung jawab Ust.Drs. Khoirul Anam.

Secara maraton, DPD I HTI Jatim melakukan kunjungan ke belasan Kyai dan Ulama di ke-empat Kabupaten Madura selama dua bulanan. kunjungan ini dilakukan untuk menampung ide dan aspirasi para ulama, shilah ukhuwwah, berbagi ide dan pengalaman, perumusan konsep dan persiapan menggelar Halaqoh Ulama Madura. Alhamdulillah dengan rahmat Allah SWT, dapat diselenggarakanlah Halaqoh Ulama Madura di Aula SMKN 3 Pamekasan pada hari Kamis tanggal 22 Maret 2007 jam 09.00 – 14.00 WIB dengan tema sentral ” Menyatukan Sikap dan Meningkatkan Jalinan Ulama untuk Membendung Dampak Negatif Industrialiasi di Madura Pasca Jembatan Suramadu”. Empat Puluh kursi terisi penuh dengan kehadiran para Kyai Pondok Pesantren (Pamekasan, Sampang dan Bangkalan), MUI, DDII, HTI dan FPI. Halaqoh yang dipandu oleh ust Abu Khoir menampilkan dua pembicara pengantar diskusi yaitu Dr Muhammad Usman (Humas DPD I HTI Jatim) dan KH. Nailurrahman LC.

Dalam pangantarnya Dr. Usman menyampaikan diagnosis terhadap patologi sosial baik di Madura maupun global, dan sebagai terapi serta obatnya adalah syariah dan khilafah. Solusi ini disambut baik oleh Kyai Nailurrahman dengan mengutip QS An Nur 55 yakni tentang janji Allah untuk memberi kekuasaan kepada kaum muslimin.Diskusi berlangsung akrab dan penuh semangat ini menghasilkan keputusan penting tentang rekomendasi membangun Madura dengan Syariah Islam.

Keputusan ini merupakan pelengkap dan penerus beberapa forum sebelumnya, mulai BASSRA (Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura) 15 Desember 1993, Deklarasi Sampang 3 April 2006, Deklarasi Pamekasan 9 Oktober 2006 sampai Piagam Telang II tanggal 10 Februari 2007. Pada akhir acara forum memilih KH Nailurrahman Lc sebagai Ketua Tim Perumus dan Pelaksana dengan beberapa anggotanya dalam sebuah wadah ‘Lembaga Kajian Masyarakat Peduli Madura’.

(Kantor Humas DPD I HTI Jawa Timur)